LAMANJAMBI.COM — Polemik batubara menjadi isu hangat di Provinsi Jambi saat ini. Banyaknya truk batubara yang melintas dijalan raya diduga sebagai penyebab kemacetan yang terjadi.
Ada beberapa spot yang sering dikeluhkan oleh masyarakat. Pertama dikawasan jalur lintas Sarolangun menuju Kota Jambi. Biasanya waktu tempuh Sarolangun hanya sekitar 3 hingga 4 jam, namun sekarang mencapai 6 hingga 7 jam. Kemudian jalur Tempino menuju Kota Jambi. Tentu ini menjadi permasalahan besar bagi pengguna jalan yang lain. Termasuk juga dengan sopir truk batubara.
Menurut data, sebanyak 9.300 angkutan batu bara beroperasi dengan menggunakan jalur darat. Mereka beroperasi dari tambang yang ada di Merangin, Sarolangun, Bungo, Tebo, Batanghari dan kabupaten lainnya.
Untuk mengatasi hal itu, Pemerintah Provinsi Jambi melalui Gubernur Al Haris telah banyak melakukan upaya-upaya dalam melakukan penyelesaian permasalahan angkutan batubara sesuai dengan batas-batas kewenangan sesuai perundang-undangan.
Pada tahun 2021, Al Haris telah mengeluarkan kebijakan dengan mengeluarkan surat edaran
Gubernur Jambi nomor : 1448/SE/DISHUB-3.1/XII/2021 tanggal 7 Desember 2021 tentang penggunaan jalan publik untuk angkutan batubara, TBS, Cangkang, CPO dan Pinang antar
Kabupaten/Kota dalam Provinsi Jambi guna mengatur pengangkutan batubara di Provinsi Jambi.
Selain itu, Al Haris mengeluarkan Keputusan Peraturan Daerah (Perda) nomor 13 Tahun 2012 tentang Pengaturan Pengangkutan Batubara dalam Provinsi Jambi, Nomor: 675/KEP.GUB/SETDAPRKM-2.2/2022 tanggal 24 Januari 2022 tentang Pembentukan Tim Teknis Izin Jalan Khusus dalam Provinsi Jambi.
Menanggapi hal itu, Ketua umum Asosiasi Pemasok Energi, Mineral, dan Batubara Indonesia (ASPEBINDO) Provinsi Jambi, Al Haafiz Hussayuty yang coba menawarkan solusi bersama
untuk kemajuan daerah dan masyarakat Jambi.
Menurut dia, untuk mengurai semua permasalahan sisi luar seperti angkutan batu bara ini sangat perlu dimusyawarah secara bersama-sama.
Katanya, angka pasti dari angkutan batu bara memang masih simpang siur, namun dapat diminimalisir menjadi sekitar 3.000 angkutan. Dengan konsekuensi muatan perangkutan dari 10 ton menjadi 25-30 ton. Selain itu, di Jambi angkutan jalur air seperti tongkang sudah dimanfaatkan.
“Hanya saja, kondisi Sungai Batanghari di beberapa alur sungai yang di lalui dangkal sehingga jumlah muatan
belum bisa maksimal pun demikian, setelah jalan khusus batu bara selesai di bangun ini akan lebih
baik,” jelasnya.
Katanya, bisnis industri tambang batu bara ini membawa Multiplier Effect yang sangat baik. Artinya, pengaruh yang meluas yang ditimbulkan dari pertambangan batu bara untuk perekonomian masyarakat dan daerah membuat peningkatan pendapatan dan konsumsi untuk khalayak umum.
Di Jambi, ada 21 perusahaan pemegang IUP batubara yang memiliki tenaga kerja dari masyarakat Jambi. Secara tidak langsung, transformasi hilirisasi tambang ini membantu roda ekonomi di daerah untuk terus berputar.
Dari segi lapangan kerja, tentunya ada 9.300 sopir angkutan plus kernet yang bekerja. Artinya itu sudah mengurangi angka pengangguran. Belum lagi pekerja tambang, setiap perusahaan memperkerjakan setidaknya 300 orang pekerja.
Hal itu juga diungkapkan oleh Iqbal Linus, selaku sekretaris umum Aspebindo Provinsi Jambi. Dia menyebut jika adapun beberapa opsi dalam mengurai permasalah angkutan dengan adanya pembagian jalur dan angkutan.
“Harus kita coba lakukan seperti, IUP yang memiliki akses langsung dengan sungai diwajibkan 80 persen, dari total produksi harus melalu jalur sungai. Kita mengubah kembali Perda awal menggunakan tronton harus juga dilakukan dikarenakan tronton dan mobil PS perbandingannya 1 tronton sama
dengan 3 truk PS dengan seperti ini akan sangat mengurai kemacetan jalan di Provinsi Jambi,” jelasnya.
Dengan seperti, kata Iqbal, nantinya 100 persen hasil produksi Batubara Merangin, Bungo dan Tebo diwajibkan melewati jalur WKS dan dibawa ke Tungkal Ulu.
“Dengan seperti itu, nantinya tidak boleh lagi dibawa melewati jalur ke Talang Duku,” ungkapnya. (*)